Rumahku hanya berjarak 5 atau 6 meter dari pasar tradisional, jadi setiap hari atau dua hari sekali mama’ku pergi ke pasar. Kali ini aku ikut ke pasar, rencananya hari ini mau masak nasi kuning, di Samarinda temannya nasi kuning yang pas adalah ikan haruan masak merah (bahasa indonesianya ikan gabus). Nasi kuning iwak haruan adalah sarapan khas di Samarinda.
Mama’ku bilang ikan haruan itu sebaiknya dibeli yang masih segar, artinya masih hidup waktu dilapak ikan, kita tinggal pilih yang mana, nanti ikannya akan di hilangkan nyawanya sama si pedagang ikan. Tapi yang menjadi perhatianku adalah cara mereka “menghilangkan nyawa” iwak (ikan) haruan. Cukup sadis menurutku, karena ikan-ikan itu dibiarkan berenang di boks yang sedikit airnya, setelah dipilih ikan yang mana, maka si penjual langsung memukul kepala ikan sampai ikannya mati paling tidak masih klepek-klepek, sadis, aku sampai memalingkan wajah, nggak tega melihatnya, meskipun begitu aku masih tega makan ikannya setelah jadi masakan, habis enak sih hehe.
Iwak haruan cukup mahal dibanding ikan yang lain, karena ikan ini adalah favorit, kalau mau lebaran mama’ku pasti beli ikan ini untuk dijadikan kuah ikan (ikannya direbus, terus dibuang tulangnya, dhaluskan dagingnya trus dimasak kuah), biasanya dimakan bersama buras atau lapat.
Ada satu lagi cara penghilangan nyawa ikan yang cukup sadis menurutku, yaitu ikan lele, kalau di tempatku namanya iwak keli. Sama seperti iwak haruan, iwak juga masih dalam keadaan hidup, setelah pilih-pilih kemudian ditimbang, dikembalikan lagi ke boks, dan…BUK…kepala ikan dipukul, ikannya masih klepek-klepek, langsung dipegang sama sipedagang, trus mulut ikan langsung dicolok kayu yang runcing ke mulutnya, ikannya langsung tegak, dan mulai dibersihkan oleh si pedagang. Sadis kan…tapi sama juga, kalau sudah digoreng trus dipenyet disambel terasi, nyaman banar…:) jadi lupa sama sejarah si ikan…:)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar